Judul : Karena Bagiku Hidup adalah Kristus
By: Wasty Samaria br. Simangunsong
Karena Bagiku Hidup adalah Kristus
![Karena Bagiku Hidup adalah Kristus Karena Bagiku Hidup adalah Kristus](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaarCILQzFQWkd-ELAtDssTMP9scAbYFamsyL1ysbRaHikmYcvK0_vsA6rYxO4srAlhh9IlvxAWaveOOd-e7JLqGpSP1RxV3Q8ZRamahrCzSiQ59nLf9YkBtgGOMeRcEwq0DOfDl9CK0SO/s320/family-illustration_23-2147513160.jpg)
“Boru..kuliahmu adalah pelayananmu. Gitu juga nanti sama
pekerjaanmu. Ingat ya nang….borukku..jangan pernah kau tinggalkan Tuhan.
Untuk jabatan sekalipun. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati
adalah keuntungan. Tanom i da boru,ingot denggan-denggan. So tung gabe
mandao ho sian Ibana anon alani borat ngolumi,inang.. Ho do boru
panggoaranku,burju-burju ma ho tu omakmu dohot tu akka anggi mon da,asa
hasea ho..asa gabe jolma.”
Hampir enam bulan sudah bapak pergi
meninggalkan kami. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah kudengar
dari mulut bapak. Kalimat tadi disampaikannya diacara malam pergantian
tahun baru,ketika kami pulang ibadah dari gereja. Sepanjang
hidupnya,bapak bukanlah orang yang senang memberikan petuah-petuah. Dia
hanya akan memberi nasehat ajaib nya usai pembagian raport. Dan kami
akan segera duduk manis,berderet didepan bapak yang lagi diskusi sama
mamak.
Hawa malam yang berhembus dari atap rumahku bertemankan cahaya temaram lampu neon 5 watt,Aku mengintip dari sela-sela pintu kamar. Guratan-guratan letih itu tergambar jelas diraut wajah tua bapak.
“Mana yang sakit Pak Des? Sini kan dulu punggungmu…nga loja ho.” Kata mamak
“Dang pola boha i inang..holan na biru-biru otik do.” balas bapak sambil minum teh manis yang dibuat mamak.
“Denggan-denggan alusi! Nga pala biru,dang pola beha do nimmu. Eta ma marubat hita marsogot dah Pak Des..”
Pernah tengah malam,bapak baru sampai rumah. Baju nya
kotor,penuh dengan tumpahan oli dimana-mana. Bapak kerja di pabrik
kertas yang besar sebagai buruh kasar. Penghasilan bapak pun tidak
seberapa. Mungkin tidak sebanyak uang jajan harian anak anggota dewan.
Sejam pun bisa menjadi sangat berharga untuk sesuap nasi.
Hawa malam yang berhembus dari atap rumahku bertemankan cahaya temaram lampu neon 5 watt,Aku mengintip dari sela-sela pintu kamar. Guratan-guratan letih itu tergambar jelas diraut wajah tua bapak.
“Mana yang sakit Pak Des? Sini kan dulu punggungmu…nga loja ho.” Kata mamak
“Dang pola boha i inang..holan na biru-biru otik do.” balas bapak sambil minum teh manis yang dibuat mamak.
“Denggan-denggan alusi! Nga pala biru,dang pola beha do nimmu. Eta ma marubat hita marsogot dah Pak Des..”
Tampak banyak biru lebam dipunggung bapak . Mamak pun hampir mau nangis
ku lihat,diurut-urutnya lah pelan-pelan punggung bapak itu. Bapak
meringis kesakitan karena punggungnya yang lebam tadi diurut mamak.
Disuruh berobat,bapak nggak mau,mahal katanya..sayang uang itu. Kan bisa
dipakai uangnya untuk beli keperluan yang lain,kayak beras,terus
alat-alat sekolah adekku,yang lain lagi lah pokoknya. Dan memang bapak
juga bukan orang yang mudah dibujuk,sekali tidak ya tidak. Mamak bisa
apa lagi jika sudah begitu.
“Maakk….aku pulang…” setelah 5 jam perjalanan Siantar-Sidikalang,aku sampai dirumah. Kulihat kedua adekku lagi mengiris sayur di teras.
“Eh,,,, Maaaaak…kak Desi pulaaaaaaang..” “Maaaakkk eee,kak Desiii,pulang dia..” sipuddan (anak bungsu) kami langsung mengambil tas jinjingku. “Masuklah kak,mamak didapur. Lagi menanakkan nasi”.
Aku masuk ke rumah,dapur adalah tujuan utamaku saat ini. Tampak wanita paruh baya dengan tubuhnya yang ringkih sedang duduk jongkok didekat tungku perapian tua buatan tangan bapak. “Maaaaak,masak apa mamak?” Bodoh! Aku merasa paling bodoh saat ini. Sudah tau lagi memasak nasi,masih saja bertanya. Perlahan mamakku memutar kepalanya,terlihatlah sudah wajah yang tiga bulan ini kurindukan. Wajahnya semakin tirus,sedih rasanya melihat mamak menanggung biaya hidup kami sendirian.
“Nga mulak ho boru…. Age borukkon,nga pala male ho ate. Etah mangan hita..” “Ciii…buatkan dulu minum kakakmu ini. Udah capek dia.” Mata mamak berkaca-kaca menatapku,pasti teringat bapak lagi. Muka ku ini memang asli turunan kali sama bapak.
Direngkuhnya Aku,dielusnya kepala ku pelan-pelan… Aku kaget! Tak mengira perlakuan mamak akan begini. “Ayok makan kita nang…agee borukkon..nga leleng dang huparoahon hamu.. Si Tika Des..meninggal kemaren,kecelakaan.. Jadi ingat mamak samamu,nggak papa kau kan nang.. Maaf ya boru ya,sini panggil adekmu..”
Kami bertiga duduk berbanjar didepan mamak,seperti dejavu mengingat tradisi ini setiap kali pembagian raport.
“Kalian anak mamak,cuma kalian lagi yang mamak punya.. Bentar lagi kakakmu wisuda Cii,merantau lagi dia,mau jadi Inang Pendeta katanya. Mamak nggak mau lagi kayak kemaren,baru terasa sama mamak nggak ada gunanya merenung terus. Kau tengok kan Si Tika itu Des,tidak seorang pun yang tau berapa lama dia hidup. Jadi boru,inang,puddan,burju-burju ma hamu da. Udah tua mamak ini,maaf kan mamak ya boru,inang,puddan,rasa-rasanya biarlah berita dukacita tadi jadi teguran buat mamak. Tu ho Desi,jadilah pendeta yang tetap mengandalkan Tuhan,jangan rakus sama harta duniawi……..”
Begitulah selanjutnya,Mamakku dan nasehat-nasehat supernya telah kembali dengan kami.
Tuhan,Aku merindukannya,merindukan dia yang bahagia disana. Merindukan dia yang aku kasihi. Sampaikan salamku untuknya. Katakan salam itu dari Ibuk pendeta kecilnya ini.
Bulan depan adalah hari wisudaku,hari
bahagia untuk gadis sebayaku. Mengenakan toga dan jubah kebanggaan
sepertinya adalah impian setiap insan muda didunia ini. Hari dimana aku
resmi menyandang gelar sarjana dan menyiapkan diriku untuk menjadi
seorang pendeta,yaaa…seorang pelayan Tuhan Yesus. Seperti keinginan
bapak dulunya,memakai jubah putih,,hahaahhh Aku merindukan mu pak..
Tapi mamak masih belum bisa keluar dari kesedihannya. Sebenarnya sudah
banyak kunjungan penghiburan yang datang ke rumah kami. Mulai dari
gereja,punguan ama tempat bapak gabung latihan koor dulu,lalu punguan
ina,guru-guru sekolah minggu,sampai teman-temanku di STT SIANTAR pun
ikut datang memberikan penghiburan. Hasilnya nihil,malah semakin
menambah luka dihati mamak. Mamak jadi sering berandai-andai saat kami
duduk diteras rumah (tempat favorit bapak minum kopi dulu nya),kalau
saja dulu mamak bersikeras membawa bapak berobat,tentulah sakit bapak
bisa ditolong,tentulah sakit bapak tidak bertambah parah,tentulah sakit
yang dirasakan bapak tidak separah ini,dan tentu saja mungkin……..bapak
masih bisa bergurau dengan kami diteras ini sambil meminum kopi pahit
kesukaannya. Aneh nya bapak menyukai kopi pahit,kata mamak itu karena
udah kebiasaan,gula mahal jadinya mamak hanya menaruh sedikit saja
dikopi bapak.
Beberapa hari ini mamak banyak melamun,itu kata
kedua adikku melalui sambungan telepon seluler kami akhir pekan kemaren.
Entah mau bagaimana lagi kami dengannya. Kuputuskan untuk pulang ke
Sidikalang mengunjungi mamak dan kedua adekku. Sekalian berziarah ke
tempat istirahat bapak.
“Maakk….aku pulang…” setelah 5 jam perjalanan Siantar-Sidikalang,aku sampai dirumah. Kulihat kedua adekku lagi mengiris sayur di teras.
“Eh,,,, Maaaaak…kak Desi pulaaaaaaang..” “Maaaakkk eee,kak Desiii,pulang dia..” sipuddan (anak bungsu) kami langsung mengambil tas jinjingku. “Masuklah kak,mamak didapur. Lagi menanakkan nasi”.
Aku masuk ke rumah,dapur adalah tujuan utamaku saat ini. Tampak wanita paruh baya dengan tubuhnya yang ringkih sedang duduk jongkok didekat tungku perapian tua buatan tangan bapak. “Maaaaak,masak apa mamak?” Bodoh! Aku merasa paling bodoh saat ini. Sudah tau lagi memasak nasi,masih saja bertanya. Perlahan mamakku memutar kepalanya,terlihatlah sudah wajah yang tiga bulan ini kurindukan. Wajahnya semakin tirus,sedih rasanya melihat mamak menanggung biaya hidup kami sendirian.
“Nga mulak ho boru…. Age borukkon,nga pala male ho ate. Etah mangan hita..” “Ciii…buatkan dulu minum kakakmu ini. Udah capek dia.” Mata mamak berkaca-kaca menatapku,pasti teringat bapak lagi. Muka ku ini memang asli turunan kali sama bapak.
Direngkuhnya Aku,dielusnya kepala ku pelan-pelan… Aku kaget! Tak mengira perlakuan mamak akan begini. “Ayok makan kita nang…agee borukkon..nga leleng dang huparoahon hamu.. Si Tika Des..meninggal kemaren,kecelakaan.. Jadi ingat mamak samamu,nggak papa kau kan nang.. Maaf ya boru ya,sini panggil adekmu..”
Kami bertiga duduk berbanjar didepan mamak,seperti dejavu mengingat tradisi ini setiap kali pembagian raport.
“Kalian anak mamak,cuma kalian lagi yang mamak punya.. Bentar lagi kakakmu wisuda Cii,merantau lagi dia,mau jadi Inang Pendeta katanya. Mamak nggak mau lagi kayak kemaren,baru terasa sama mamak nggak ada gunanya merenung terus. Kau tengok kan Si Tika itu Des,tidak seorang pun yang tau berapa lama dia hidup. Jadi boru,inang,puddan,burju-burju ma hamu da. Udah tua mamak ini,maaf kan mamak ya boru,inang,puddan,rasa-rasanya biarlah berita dukacita tadi jadi teguran buat mamak. Tu ho Desi,jadilah pendeta yang tetap mengandalkan Tuhan,jangan rakus sama harta duniawi……..”
Begitulah selanjutnya,Mamakku dan nasehat-nasehat supernya telah kembali dengan kami.
Tuhan,Aku merindukannya,merindukan dia yang bahagia disana. Merindukan dia yang aku kasihi. Sampaikan salamku untuknya. Katakan salam itu dari Ibuk pendeta kecilnya ini.
Langkah Menulis Komentar :
[1] Di Bagian "Berikan Komentar Sebagai". Klik Name/URL
[2] Nama : Isi Dengan Nama Anda
[3] URL : Isi Dengan Alamat e-mail / Website / Facebook / Twitter Anda
[4] Tulis Komentar anda Pada Kotak Kosong
[5] Klik Publikasikan
Harap Menjaga Sopan Santun Dalam Memberi Komentar / Kritik / Saran.
Terimakasih..
Jesus Bless Us..